Ya,
inilah fakta di negeri kita yang tercinta. Sampah menjadi masalah yang
serius. Bahkan di wilayah yang seharusnya belum menjadi masalah pun
telah menjadi masalah. Mengapa? Karena sampah tidak dikelola dengan
baik. Karena kita semua buang sampah sembarangan.
Nah,
yang lebih serius lagi adalah ketika sampah itu bercampur aduk tidak
karuan. Ada sampah daun dan sayur, kertas, plastik, seng, besi,
aluminium, jarum suntik, obat-obatan, baterai dll. Satu dengan lain akan
bereaksi dan membentuk senyawa yang lebih berbahaya. Celakanya,
senyawa-senyawa itu kemudian ada yang terserap ke tanah, ada yang
mengudara, ada yang mengalir, dan akhirnya masuk ke dalam tanaman kita,
kemudian ke hewan dan akhirnya ke kita. Siapa yang rugi? Ya, kita semua!
Untuk mengurangi resiko tersebut, maka pemilahan sampah menjadi sesuatu yang harus segera dilaksanakan oleh semua unsur masyarakat pada semua aktivitas. Pemilahan juga memudahkan penanganan sampah. Misalnya, sampah organik dapat kita olah menjadi kompos, biogas atau bentuk lainnya.
Untuk mengurangi resiko tersebut, maka pemilahan sampah menjadi sesuatu yang harus segera dilaksanakan oleh semua unsur masyarakat pada semua aktivitas. Pemilahan juga memudahkan penanganan sampah. Misalnya, sampah organik dapat kita olah menjadi kompos, biogas atau bentuk lainnya.
Akibat Sampah yang Bertumpuk
Beberapa akibat karena sampah yang bertumpuk antara lain sebagai berikut:
1).
Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok. Ini akan menjadi
tempat yang subur bagi organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Juga merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit.
2).
Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya
bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan
pencemaran sumur, sungai maupun air tanah.
3). Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir.
4). Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman.
Jadi, pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA. Jadi? Pengurangan volume sampah dengan mengolah sampah menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan dan dipraktekkan secara konsisten.
Jadi, pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA. Jadi? Pengurangan volume sampah dengan mengolah sampah menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan dan dipraktekkan secara konsisten.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolan sampah perkotaan, antara lain:
1) Kepadatan dan penyebaran penduduk.
2) Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
3) Karakteristik sampah.
4) Budaya sikap dan perilaku masyarakat.
5) Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
6) Rencana tata ruang dan pengembangan kota.
7) Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA.
8) Biaya yang tersedia.
9) Peraturan daerah setempat.
Paradigma Penanganan Sampah
Penumpukkan
sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah di Indonesia
masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang
menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan
system lahan urug saniter yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah
dalam aspek pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah mengubah pola pikir yang
lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah
saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta maksimasi
daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan. Paradigma
baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan
konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah
maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Sistem
Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut berarti paling tidak
mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang &
guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir. Pengurangan
sumber sampah untuk industri itu berarti perlu adanya teknologi proses
yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/minim serta
ramah lingkungan. Sementara pengurangan sumber sampah bagi rumah tangga
berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan
barang-barang keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang
diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik,
alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik
dapat diolah menjadi kompos, biogas, briket atau produk lainnya.
Pemilahan Sampah
Berdasarkan
uraian tentang 3-R, 4-R atau 5-R tersebut, maka pemilahan sampah
langsung di sumbernya menjadi sangat penting artinya. Adalah
tidak efisien jika pemilahan dilakukan di TPA, karena ini akan
memerlukan sarana dan prasarana yang mahal. Oleh sebab itu, pemilahan
harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor,
puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia
beraktivitas. Mengapa perlu pemilahan? Sesungguhnya kunci keberhasilan
program daur ulang adalah justru di pemilahan awal. Pemilahan berarti
upaya untuk memisahkan sekumpulan dari “sesuatu” yang sifatnya heterogen
menurut jenis atau kelompoknya sehingga menjadi beberapa golongan yang
sifatnya homogen. Ini berarti perlu manajerial. Manajemen Pemilahan
Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah
sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara
efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan,
pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan
organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu.lingkungan bebas sampah.
Pada
setiap tempat aktivitas dapat disediakan empat buah tempat sampah yang
diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai
oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik
atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng, dan satu tempat
sampah untuk botol. Malah bisa jadi menjadi lima tempat sampah, jika
kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah B3 tentunya memerlukan
penanganan tersendiri. Sayangnya di Sumatera sejauh pengetahuan penulis
belum ada penangan sampah B3 secara khusus. Sampah B3 tidak boleh sampai
ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), keramik, furniture dll.
ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah untuk
berbagai jenis sampah harus diatur sedemikian rupa, sehingga tidak
justru menimbulkan masalah di masyarakat. Keterlambatan pengangkutan
sampah berarti akan menimbulkan keresahan dan bahkan mengganggu
kesehatan manusia. Dinas Kebersihan dapat mengatur jadwal dan truk yang
mengangkut jenis sampah yang berbeda. Jadi, ada truk yang mengangkut
sampah yang bisa diurai, ada truk yang mengangkut sampah anorganik
seperti plastik, botol plastik dll.
Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.
Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.
Nah,
sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur
ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat
aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih
teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak
lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan
swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang
berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat
dikurangi sebanyak mungkin.
Penanganan Sampah 3-R, 4-R dan 5-R
Pemikiran konsep zerowaste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat.Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi :
1. Sistem pengolahan sampah secara terpadu.
2. Teknologi pengomposan, biogas, briket , pakan ternak dll.
3. Teknologi daur ulang sampah plastik, kertas dan yang lainnya.
4. Teknologi pembakaran sampah dan insinerator.
5. Teknologi pengolahan limbah cair (IPAL).
6. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
7. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah.
8. Pengolahan sampah kota.
Pengertian Zero Waste (produksi bersih) adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi “produksi sampah” atau diminimalisir terjadinya “sampah”. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle), 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali).
Produksi
bersih (Zero waste) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang
ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan
produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara
keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang
aman dalam kerangka siklus ekologi. Prinsip ini juga dapat diterapkan
pada berbagai aktivitas termasuk juga kegiatan skala rumah tangga.
Proses Pembuatan Kompos Dengan Aktivator EM-4
Kompos
merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organic. Kompos yang
dihasilkan berwarna kehitam-hitaman, tidak berbau dan telah berubah
bentuknya dari bentuk awal. Pengomposan merupakan proses penguraian
bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat
aktif menguraikan bahan-bahan organik. Salah satu metode pengomposan adalah dengan
menggunakan aktivator EM-4, yaitu berupa mikroorganisme dalam media
cair yang berfungsi untuk mempercepat pengkomposan dan memperkaya
mikroba. EM-4 mengandung berbagai mikrobia efektif dimana didominasi
oleh Lactobacillus. Bahan-bahan yang digunakan adalah : Bahan
Baku Utama, yaitu berupa sampah organik, kotoran Ternak, EM-4, molase
dan air. Untuk keperluan ini diperlukan peralatan sebagai berikut:
sekop, cakar, gembor, keranjang, termometer, alat pencacah, mesin giling
kompos dan ayakan. Adapun tahapan pembuatan kompos dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemilahan Sampah
Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan.
2. Pencacahan
Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan karena pencampuran dengan bahan baku yang lain seperti kotoran ternak dan EM-4 menjadi rata sehingga mikroorganisme akan bekerja serana efektif dalam proses fermentasi.
3. Pencampuran Bahan Baku
Sampah yang sudah dicacah dideder di tempat yang telah disediakan kemudian dicampur dengan kotoran ternak. Pencampuran/pengadukan dilakukan secara merata kemudian dicampurkan pula campuran EM-4, molase dan air di atas campuran sampah dan kotoran ternak. Pencampuran dilakukan sekali lagi agar seluruh bahan bercampur secara merata. Komposisi bahan-bahan ini adalah sampah cacahan (1,3 m-3), EM-4 (375 ml), kotoran ternak kering (1/5 dari sampah cacahan).
4. Penumpukan Bahan Baku
Setelah dilakukan pencampuran secara merata kemudian dilakukan penumpukan dengan ketentuan tinggi 1,5 m, lebar 1,75 m dan panjang 2 m. Penumpukan dapat dilakukan dengan model trapesium, gunungan maupu pesesgi panjang. Dalam tumpukan inilah terjadi proses fermentasi sampah organik menjadi kompos.
5. Pemantauan
Dalam masa penumpukan akan terjadi peningkatan suhu sebagai akibat proses fermentasi. Untuk hari pertama sampai kelima suhu biasanya mencapai 65° C atau lebih. Hal ini berguna untuk membunuh bakteri yang tidak dibutuhkan dan melunakkan bahan. Pada hari keenam dan seterusnya suhu dijaga antara 40-50° C dengan kelembaban lebih kurang 50 %. Suhu dan kelembaban dapat dipertahankan dengan perlakuan antara lain penyiraman dan pembalikan tumpukan.
6. Pematangan
Pengkomposan berjalan dengan baik dengan suhu rata-rata dalam bahan menurun dan bahan telah lapuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Tujuan pematangan untuk menjamin kompos benar-benar aman bagi konsumen.
7. Pengeringan
Setelah usia tumpukan mencapai usia 21 hari/3 minggu, maka sampah organi sudah menjadi kompos. Selanjutnya dilakukan pembongkaran untuk dikeringkan/dijemur. Pengeringan dapat dilakukan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira mencapai 20-25%.
8. Penggilingan dan Pengayakan
Proses selanjutnya adalah dilakukan penggilingan terhadap kompos yang sudah kering. Untuk mendapatkan butiran-butiran kompos yang siap untuk dikemas dilakukan pengayakan sesuai dengan kebutuhan.
1. Pemilahan Sampah
Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan.
2. Pencacahan
Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan karena pencampuran dengan bahan baku yang lain seperti kotoran ternak dan EM-4 menjadi rata sehingga mikroorganisme akan bekerja serana efektif dalam proses fermentasi.
3. Pencampuran Bahan Baku
Sampah yang sudah dicacah dideder di tempat yang telah disediakan kemudian dicampur dengan kotoran ternak. Pencampuran/pengadukan dilakukan secara merata kemudian dicampurkan pula campuran EM-4, molase dan air di atas campuran sampah dan kotoran ternak. Pencampuran dilakukan sekali lagi agar seluruh bahan bercampur secara merata. Komposisi bahan-bahan ini adalah sampah cacahan (1,3 m-3), EM-4 (375 ml), kotoran ternak kering (1/5 dari sampah cacahan).
4. Penumpukan Bahan Baku
Setelah dilakukan pencampuran secara merata kemudian dilakukan penumpukan dengan ketentuan tinggi 1,5 m, lebar 1,75 m dan panjang 2 m. Penumpukan dapat dilakukan dengan model trapesium, gunungan maupu pesesgi panjang. Dalam tumpukan inilah terjadi proses fermentasi sampah organik menjadi kompos.
5. Pemantauan
Dalam masa penumpukan akan terjadi peningkatan suhu sebagai akibat proses fermentasi. Untuk hari pertama sampai kelima suhu biasanya mencapai 65° C atau lebih. Hal ini berguna untuk membunuh bakteri yang tidak dibutuhkan dan melunakkan bahan. Pada hari keenam dan seterusnya suhu dijaga antara 40-50° C dengan kelembaban lebih kurang 50 %. Suhu dan kelembaban dapat dipertahankan dengan perlakuan antara lain penyiraman dan pembalikan tumpukan.
6. Pematangan
Pengkomposan berjalan dengan baik dengan suhu rata-rata dalam bahan menurun dan bahan telah lapuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Tujuan pematangan untuk menjamin kompos benar-benar aman bagi konsumen.
7. Pengeringan
Setelah usia tumpukan mencapai usia 21 hari/3 minggu, maka sampah organi sudah menjadi kompos. Selanjutnya dilakukan pembongkaran untuk dikeringkan/dijemur. Pengeringan dapat dilakukan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira mencapai 20-25%.
8. Penggilingan dan Pengayakan
Proses selanjutnya adalah dilakukan penggilingan terhadap kompos yang sudah kering. Untuk mendapatkan butiran-butiran kompos yang siap untuk dikemas dilakukan pengayakan sesuai dengan kebutuhan.
Sumber : http://uripsantoso.wordpress.com/2008/12/22/pentingnya-pemilahan-sampah/
0 komentar:
Posting Komentar
Don't forget to comment... ^ _ ^